0 MASALAH-MASALAH KHITBAH DAN MAHAR


1. CARA MEMILIH ISTRI

Telah shohih dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama bahwasanya beliau menganjurkan menikahi wanita yang memiliki agama, memiliki sifat kasih-sayang dan subur. Ini menunjukkan pentingnya memperhatikan masalah memilih istri yang sholeh, disebabkan maslahat-maslahat kehidupan rumah tangga yang dipetik dari itu, serta pengaruhnya yang besar terhadap kesholehan dan keistiqomahan anak keturunan kelak.

Allah Ta’ala berfirman (artinya), “sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”. (An-Nisa’ : 34)[1]

2. TANGGUNG JAWAB WALI AMRI PEMUDI (GADIS) TERHADAP LAKI-LAKI YANG MAJU UNTUK MEMINANG PUTRINYA

Wali amri seorang pemudi wajib memilihkan untuk putrinya seorang laki-laki yang sepadan dan sholeh, dari orang-orang yang ia ridhoi agama dan amanahnya, berdasarkan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama,

إذا أتاكم من ترضون خلقه و دينه فزوجوه إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض و فساد عريض

“Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas”.[2]

Maka wali pemudi wajib bertakwa kepada Allah dalam masalah itu, dan menjaga maslahat putrinya bukan maslahat dia, sesungguhnya ia dibebani amanah dan kelak diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang Allah amanahkan kepadanya. Dan janganlah ia membebani peminang apa yang tidak dia sanggupi, seperti meminta mahar melebihi kebiasaan yang berlaku.[3]

3. LANDASAN SEORANG PEMUDI DALAM MEMILIH SUAMINYA

Sifat-sifat yang paling penting yang karenanyalah seharusnya seorang pemudi memilih laki-laki yang datang meminangnya yaitu akhlak dan agama. Adapun harta dan nasab adalah masalah kedua, akan tetapi yang paling penting adalah hendaknya yang datang meminang adalah seorang yang memiliki agama dan akhlak. Karena seorang pria yang memiliki agama dan akhlak, wanita tidak akan kehilangan apa-apa darinya. Jika ia menahannya ia menahannya dengan baik, jika ia melepaskannya ia melepaskannya dengan baik pula. Kemudian laki-laki yang memiliki agama dan akhlak diberkahi Allah begitu juga anak keturunannya. Istrinya bisa belajar darinya akhlak dan agama. Adapun jika tidak memiliki agama dan akhlak, seorang wanita hendaknya menjauh darinya, khususnya sebagian orang-orang yang melalaikan sholat atau orang-orang yang dikenal suka meminum khomar, wal ‘iyadz billah.

Adapun orang-orang yang tidak sholat sama sekali, maka mereka adalah kafir. Wanita mukminah tidak halal bagi mereka sebagaimana mereka juga tidak halal bagi wanita mukminah. yang penting, seorang wanita menitik-beratkan pada akhlak dan agama. Adapun nasab jika di dapat yang memiliki nasab bagus tentu lebih utama. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama bersabda, “Apabila datang kepada kalian seorang yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia”[4].[5] bersambung)
 

Sumber : http://abuzubair.net/

[1] Al Lajnah Ad Daimah : 18447.

[2] Hadits Hasan dikeluarkan oleh At Tirmidzi (1085) dari hadits Abu Hatim Al Muzani rodhiyallahu ‘anhu, dihasankan oleh Al Albany di Shohih Sunan At Tirmidzi.

[3] Al Lajnah Ad Daimah : 20062.

[4] Lihat takhrij no 2.

[5] Ibnu Utsaimin, Fatawa Al Mar-atul Muslimah.

0 Kiat Memerangi Nafsu


Hawa nafsu bermakna kecenderungan dan kecintaan. Ia tidak hanya digunakan untuk menyatakan kecenderungan satu jiwa manusia untuk menyalahi kebenaran akan tetapi ia juga digunakan untuk kecenderungan kepada kebenaran. Ia dianggap menyalahi kebenaran ketika dikedepankan oleh si pemiliknya atau ditempatkan melebihi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, menyalahi batasan-batasan yang telah ditentukan agamanya.

Ibnu Rajab mengatakan bahwa seluruh kemasiatan bermula dari mendahulukan hawa nafsu daripada kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT telah mensifati orang-orang musyrik dengan mengikuti hawa nafsu di beberapa tempat didalam al Qur’an, demikian pula perbuatan-perbuatan bid’ah. Sesungguhynya hal itu muncul dari mendahulukan hawa nafsu daripada syariat, karena itulah maka orang-orangnya disebut dengan Ahlul Ahwa.

Setiap hawa nafsu baik itu hawa syubhat maupun hawa syahwat membahayakan keimanan seorang hamba dan diwajibkan baginya untuk mencintai apa-apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya serta membenci apa-apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya agar hawa nafsunya mengikuti syariah, dan inilah yang dituntut dari keimanan seorang hamba.

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisa [4] : 65)

Di antara bahaya mengikuti hawa nafsu terhadap keimanan seorang hamba Allah adalah :

1. Mengikuti hawa nafsu dapat menghalangi si pelakunya dari berbuat adil didalam hukum dan pergaulan serta akan mendorongnya kepada kezhaliman dan permusuhan. Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa [4] : 135)

2. Mengikuti hawa nafsu akan mendorong pelakunya melakukan perbuatan bid’ah didalam agamanya dan menjauhi sunnah.

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ

Artinya : “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm [53] : 3–4)

3. Mengikuti hawa nafsu menyebabkan terhalangnya si pelaku daripada hidayah dan taufiq.

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya : “Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al A’raf [7] : 176)

4. Mengikuti hawa nafsu akan membawa si pelakunya menolak kebenaran dan sesat dari jalan Allah SWT bahkan dapat menyesatkan orang lain darinya.

فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Artinya : “Maka jika mereka tidak Menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Qashash [28] : 50)

5. Yang paling berat adalah bahwa mengikuti hawa nafsu dapat menjadikan si pelakunya kafir dan keluar dari agama islam.

وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَّيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ

Artinya : “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-An’am [6] : 119)

Pokok dari syahwat dunia didalam diri seseorang ada empat, yaitu : wanita, harta, anak-anak dan jabatan atau kekuasaan, sebagaimana disebutkan didalam firman-Nya :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali-Imran [3] : 14)

Untuk itu hendaklah setiap mukmin harus ekstra waspada terhadap sikap mengikuti hawa nafsu baik hawa syubhat maupun syahwatnya. Dan diantara yang bisa dilakukan untuk mengalahkan tarikan hawa nafsu yang senantiasa memerintahkan dirinya agar melakukan maksiat, adalah :

1. Takut akan adzab dan siksa Allah SWT. Karena hal ini merupakan pertahanan yang paling kokoh untuk menghindarinya dari mengikuti hawa nafsu, sebagaimana firman-Nya :

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ

Artinya : “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm [53] : 3–4)

Al Imam Ibnu Jarir ath Thabari mengatakan,”Adapun siapa yang takut akan pertanyaan Allah terhadap dirinya tatkala ia berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat. Maka bertakwalah kepada-Nya dengan mengerjakan berbagai kewajiban-Nya serta menjauhi berbagai maksiat-Nya. Dia mengatakan, ”Melarang jiwanya daripada hawa nafsunya didalam hal-hal yang dibenci Allah dan tidak diredhoi oleh-Nya serta menghindar darinya. Kemudian menempatkannya kepada hal-hal yang diperintahkan Tuhannya, sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.”

2. Senantiasa meminta pertolongan kepada Allah Yang menggenggam hati hamba-hamba-Nya. sesungguhnya Allah telah menjanjikan hidayah kepada orang-orang yang meminta petunjuk kepada-Nya, sebagaimana disebutkan didalam hadits qudsi, ”Hai hamba-Ku, kamu sekalian berada dalam kesesatan, kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk. Oleh karena itu, mohonlah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepadamu!” (HR. Muslim)

3. Berlindung kepada Allah dari kejahatan hawa nafsu dan syahwat jiwa. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa, sebagaimana disebutkan didalam hadits Khutbah al Hajah, ” Dan kami berlindung kepadanya dari kejahatan jiwa kami dan kejelekan perbuatan-perbuatan kami.” (HR. Nasai), (dari kitab : Min Mu’awwiqat ad Da’wah ‘Ala Dhaui al Kitab wa as Sunnah)


Wallahu A’lam.

0 Sifat Sholat Nabi SAW




















0 Makna Sabar


Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu'min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Muslim)

Sekilas Tentang Hadits

Hadits ini merupakan hadits shahih dengan sanad sebagaimana di atas, melalui jalur Tsabit dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Suhaib dari Rasulullah SAW, diriwayatkan oleh :
- Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Zuhud wa Al-Raqa’iq, Bab Al-Mu’min Amruhu Kulluhu Khair, hadits no 2999.
- Imam Ahmad bin Hambal dalam empat tempat dalam Musnadnya, yaitu hadits no 18455, 18360, 23406 & 23412.
- Diriwayatkan juga oleh Imam al-Darimi, dalam Sunannya, Kitab Al-Riqaq, Bab Al-Mu’min Yu’jaru Fi Kulli Syai’, hadits no 2777.

Makna Hadits Secara Umum

Hadits singkat ini memiliki makna yang luas sekaligus memberikan definisi mengenai sifat dan karakter orang yang beriman. Setiap orang yang beriman digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai orang yang memiliki pesona, yang digambarkan dengan istilah ‘ajaban’ ( عجبا ). Karena sifat dan karakter ini akan mempesona siapa saja.

Kemudian Rasulullah SAW menggambarkan bahwa pesona tersebut berpangkal dari adanya positif thinking setiap mu’min. Dimana ia memandang segala persoalannya dari sudut pandang positif, dan bukan dari sudut nagatifnya.

Sebagai contoh, ketika ia mendapatkan kebaikan, kebahagian, rasa bahagia, kesenangan dan lain sebagainya, ia akan refleksikan dalam bentuk penysukuran terhadap Allah SWT. Karena ia tahu dan faham bahwa hal tersebut merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada dirinya. Dan tidaklah Allah memberikan sesuatu kepadanya melainkan pasti sesuatu tersebut adalah positif baginya.

Sebaliknya, jika ia mendapatkan suatu musibah, bencana, rasa duka, sedih, kemalangan dan hal-hal negatif lainnya, ia akan bersabar. Karena ia meyakini bahwa hal tersebut merupakan pemberian sekaligus cobaan bagi dirinya yang pasti memiliki rahasia kebaikan di dalamnya. Sehingga refleksinya adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah SWT.

Urgensi Kesabaran

Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itulah Rasulullah SAW menggambarkan tentang ciri dan keutamaan orang yang beriman sebagaimana hadits di atas.

Namun kesabaran adalah bukan semata-mata memiliki pengertian "nrimo", ketidak mampuan dan identik dengan ketertindasan. Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada pengalahan hawa nafsu yang terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad, sabar diimplementasikan dengan melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya duduk dengan santai dan tenang di rumah. Justru ketika ia berdiam diri itulah, sesungguhnya ia belum dapat bersabar melawan tantangan dan memenuhi panggilan ilahi.

Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan agar lebih baik dan baik lagi. Bahkan seseorang dikatakan dapat diakatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah. Sehingga sabar tidak tepat jika hanya diartikan dengan sebuah sifat pasif, namun ia memiliki nilai keseimbangan antara sifat aktif dengan sifat pasif.

Makna Sabar

Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah "Shobaro", yang membentuk infinitif (masdar) menjadi "shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur'an:

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28)

Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas orang-orang yang menyeru Rab nya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT.

Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah:
Menahan diri dari sifat kegeundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.

Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam al-Khowas, bahwa sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan al-Qur'an dan sunnah. Sehingga sesungguhnya sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidak mampuan. Justru orang yang seperti ini memiliki indikasi adanya ketidak sabaran untuk merubah kondisi yang ada, ketidak sabaran untuk berusaha, ketidak sabaran untuk berjuang dan lain sebagainya.

Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad. Padahal jihad adalah memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya adalah menggunakan senjata (perang). Artinya untuk berbuat seperti itu perlu kesabaran untuk mengeyampingkan keiinginan jiwanya yang menginginkan rasa santai, bermalas-malasan dan lain sebagainya. Sabar dalam jihad juga berarti keteguhan untuk menghadapi musuh, serta tidak lari dari medan peperangan. Orang yang lari dari medan peperangan karena takut, adalah salah satu indikasi tidak sabar.

Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur'an

Dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur'an, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fi'ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat yang ada, para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur'an menjadi beberapa macam;

1. Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam QS.2: 153: "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."

Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur'an. Diantaranya adalah dalam QS.3: 200, 16: 127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb.

2. Larangan isti'ja l(tergesa-gesa/ tidak sabar), sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): "Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…"

3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat dalam QS. 2: 177: "…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa."


4. Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran (3: 146) Allah SWT berfirman : "Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar."

5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah SWT senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah berfirman (QS. 8: 46) ; "Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar."

6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. Allah mengatakan dalam al-Qur'an (13: 23 - 24); "(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum" (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu."

Inilah diantara gambaran Al-Qur'an mengenai kesabaran. Gembaran-gambaran lain mengenai hal yang sama, masih sangat banyak, dan dapat kita temukan pada buku-buku yang secara khusus membahas mengenai kesabaran.

Kesabaran Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits.

Sebagaimana dalam al-Qur'an, dalam hadits juga banyak sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut menggambarkan kesabaran sebagai berikut;
1. Kesabaran merupakan "dhiya' " (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, "…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…" (HR. Muslim)

2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: "…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…" (HR. Bukhari)

3. Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik. Rasulullah SAW mengatakan, "…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran." (Muttafaqun Alaih)

4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mu'min, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; "Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya." (HR. Muslim)

5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, "Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya." (HR. Bukhari)

6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas'ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Mas'ud berkata"Seakan-akan aku memandang Rasulullah SAW menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, 'Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui." (HR. Bukhari)

7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah SAW pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah." (HR. Bukhari)


8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah SAW menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullan SAW bersabda, "Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut." (HR. Bukhari & Muslim)

9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah SAW mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, 'Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik unttukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku." (HR. Bukhari Muslim)

Bentuk-Bentuk Kesabaran

Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga hal; sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan sabar menghadapi ujian dari Allah:

1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.

Kemudian untuk dapat merealisasikan kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal,
(1) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu kikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran menghadapi duri-duri riya'.
(2) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar jangan sampai melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah tersebut, tidak malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya.
(3) Kondisi ketika telah selesai melaksanakan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang telah dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain.

2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, memandang sesuatu yang haram dsb. Karena kecendrungan jiwa insan, suka pada hal-hal yang buruk dan "menyenangkan". Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang "menyenangkan".

3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai dsb.

Aspek-Aspek Kesabaran sebagaimana yang Digambarkan dalam Hadits

Dalam hadits-hadits Rasulullah SAW, terdapat beberapa hadits yang secara spesifik menggambarkan aspek-aspek ataupun kondisi-kondisi seseroang diharuskan untuk bersabar. Meskipun aspek-aspek tersebut bukan merupakan ‘pembatasan’ pada bidang-bidang kesabaran, melainkan hanya sebagai contoh dan penekanan yang memiliki nilai motivasi untuk lebih bersabar dalam menghadapi berbagai permasalahan lainnya. Diantara kondisi-kondisi yang ditekankan agar kita bersabar adalah :

1. Sabar terhadap musibah.

Sabar terhadap musibah merupakan aspek kesabaran yang paling sering dinasehatkan banyak orang. Karena sabar dalam aspek ini merupakan bentuk sabar yang Dalam sebuah hadits diriwayatkan, :
Dari Anas bin Malik ra, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW melewati seorang wanita yang sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah.’ Wanita tersebut menjawab, ‘Menjauhlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui dan tidak bisa merasakan musibah yang menimpaku.’ Kemudian diberitahukan kepada wanita tersebut, bahwa orang yang menegurnya tadi adalah Rasulullah SAW. Lalu ia mendatangi pintu Rasulullah SAW dan ia tidak mendapatkan penjaganya. Kemudian ia berkata kepada Rasulullah SAW, ‘(maaf) aku tadi tidak mengetahui engkau wahai Rasulullah SAW.’ Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya sabar itu terdapat pada hentakan pertama.’ (HR. Bukhari Muslim)

2. Sabar ketika menghadapi musuh (dalam berjihad).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian berangan-angan untuk menghadapi musuh. Namun jika kalian sudah menghadapinya maka bersabarlah (untuk menghadapinya).” HR. Muslim.

3. Sabar berjamaah, terhadap amir yang tidak disukai.
Dalam sebuah riwayat digambarkan; Dari Ibnu Abbas ra beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melihat pada amir (pemimpinnya) sesuatu yang tidak disukainya, maka hendaklah ia bersabar. Karena siapa yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal, kemudian ia mati. Maka ia mati dalam kondisi kematian jahiliyah. (HR. Muslim)

4. Sabar terhadap jabatan & kedudukan.
Dalam sebuah riwayat digambarkan : Dari Usaid bin Hudhair bahwa seseorang dari kaum Anshar berkata kepada Rasulullah SAW; ‘Wahai Rasulullah, engkau mengangkat (memberi kedudukan) si Fulan, namun tidak mengangkat (memberi kedudukan kepadaku). Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya kalian akan melihat setelahku ‘atsaratan’ (yaitu setiap orang menganggap lebih baik dari yang lainnya), maka bersabarlah kalian hingga kalian menemuiku pada telagaku (kelak). (HR. Turmudzi).

5. Sabar dalam kehidupan sosial dan interaksi dengan masyarakat.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang muslim apabila ia berinteraksi dengan masyarakat serta bersabar terhadap dampak negatif mereka adalah lebih baik dari pada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat serta tidak bersabar atas kenegatifan mereka. (HR. Turmudzi)

6. Sabar dalam kerasnya kehidupan dan himpitan ekonomi
Dalam sebuah riwayat digambarkan; ‘Dari Abdullah bin Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Barang siapa yang bersabar atas kesulitan dan himpitan kehidupannya, maka aku akan menjadi saksi atau pemberi syafaat baginya pada hari kiamat. (HR. Turmudzi).


Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran

Ketidaksabaran (baca; isti'jal) merupakan salah satu penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi dan diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang insan. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah dsb. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran. Diantara kiat-kiat tersebut adalah;

1. Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah SWT.

2. Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur'an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al-Qur'an merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir kepada Allah.

3. Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.

4. Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat dan maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb.

5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (isti'jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan melihat "amalan" seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada hasilnya. (Lihat QS. 9 : 105)
6. Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.

7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi'in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia.

Penutup

Inilah sekelumit sketsa mengenai kesabaran. Pada intinya, bahwa sabar mereupakan salah satu sifat dan karakter orang mu'min, yang sesungguhnya sifat ini dapat dimiliki oleh setiap insan. Karena pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam hidupnya.

Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan menyerah pada kondisi yang ada, atau identik dengan keterdzoliman. Justru sabar adalah sebuah sikap aktif, untuk merubah kondisi yang ada, sehingga dapat menjadi lebih baik dan baik lagi. Oleh karena itulah, marilah secara bersama kita berusaha untuk menggapai sikap ini. Insya Allah, Allah akan memberikan jalan bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha di jalan-Nya.


Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc. M.Ag.

0 Lebih Dekat Dengan Salaf


“Barangsiapa yang mentaati Rasul, maka ia telah mentaati Allah.”(QS. An-Nisa: 80)

Tak kenal maka tak sayang. Ungkapan ini sangat memasyarakat di negeri kita. Namun apa hubungannya ungkapan tersebut dengan judul di atas? Insyaallah kaitannya akan coba dipaparkan kemudian dalam tulisan ini.
Sebagian orang mungkin pernah mendengar kata salaf atau salafi dengan pemaknaan yang bisa jadi beragam. Apakah anda termasuk yang bereaksi sinis ketika membaca atau mendengar kata salaf atau salafi?
Jika iya, mari coba singkirkan sejenak persepesi negatif anda tentang salaf yang mungkin hanya berdasarkan pada pemikiran yang tidak berlandaskan ilmu sama sekali. Akan sangat baik jika sebelum melangkah ke pembahasan awal, kita terlebih dahulu memohon kepada Allah ta’ala agar Dia memberikan hidayah-Nya kepada kita dan membuka mata hati kita hingga seselesainya membaca tulisan ini sampai akhir.
Makna Salaf Sebenarnya
Salaf secara bahasa adalah jamak dari saalif, maknanya pendahulu. Maka arti salaf adalah jama’ah yang terdahulu. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
فَجَعَلْنَاهُمْ سَلَفًا وَمَثَلًا لِلْآخِرِينَ
“maka Kami jadikan mereka sebagai (kaum) terdahulu, dan pelajaran bagi orang-orang yang kemudian” (QS. Az-Zukhruf: 56).
Imam Al Baghawi dalam tafsirnya berkata, “…dan mereka adalah orang yang terdahulu dari kalangan nenek moyang, Kami jadikan mereka sebagai pendahulu agar orang-orang yang datang kemudian mengambil pelajaran dari mereka.”
Ibnu Atsir pun berkata, “salaf adalah orang yang lebih dahulu meninggal dari kalangan nenek moyang dan kerabatnya. Oleh sebab itu, generasi terdahulu dari kalangan tabi’in disebut as-Salafus Shalih.”
Termasuk juga pengertian salaf secara bahasa adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada putri beliau, Fathimah az-Zahra radhiyallahu ‘anha, “Sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu adalah aku.” (HR. Bukhari & Muslim)
Adapun secara istilah, makna salaf diperselisihkan menjadi beberapa pendapat, yang paling penting di antaranya adalah:
* Mereka adalah para sahabat saja.
* Mereka adalah sahabat dan tabi’in.
* Mereka adalah sahabat, tabiin, dan tabi’ut tabi’in.
* Mereka adalah generasi sebelum tahun 500 Hijriyah. Ulama yang memilih pendapat ini menganggap bahwa salaf adalah madzhab yang dibatasi dengan waktu tertentu dan tidak lebih dari itu. Selanjutnya wawasan Islam berkembang, melalui tokoh-tokohnya.
Allah tabaraka wa ta’ala berfirman,
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surge-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)
Berdasarkan ayat di atas, semata “lebih terdahulu dari sisi waktu” saja tidaklah cukup untuk menetapkan salaf, namun perlu ditambahkan juga bahwa orangnya memiliki pemahaman agama yang selaras dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Barangsiapa pendapatnya berseberangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah maka dia bukan salafi, walaupun dia hidup di tengah para sahabat dan tabi’in.
Kemudian, yang dimaksud dengan Salaf pertama kali adalah sahabat, sebagaimana hadits dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para sahabat), kemudian yang sesudahnya (masa tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih)
Al Baijuri – salah satu ulama madzhab syafi’i – rahimahullah berkata, “maksud dari orang-orang terdahulu (salaf) adalah orang-orang terdahulu dari kalangan para nabi, sahabat, tabi’in, dan para pengikutnya.”
Wajibnya Mengikuti Salafus Shalih dan Komitmen dengan Madzhab Mereka
Sungguh Allah ‘azza wa jalla telah memerintahkan kita untuk mengikuti jalan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, meniti atsar (ajaran) dan menempuh manhaj (jalan hidup) mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ
“Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku” (QS. Luqman: 15).
Mengenai ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah memberikan penjelasan, “seluruh sahabat kembali kepada Allah, maka wajib mengikuti jalannya, ucapannya, dan keyakinannya yang merupakan jalan-Nya yang paling besar.”
Allah pun memperingatkan kita agar tidak menyelisihi jalan mereka dan mengancam orang yang menyelisihinya dengan api jahanam, sebagaimana firman-Nya:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul (Muhammad) sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 115).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan umatnya untuk mengikuti sunnahnya dan sunnah para khalifah sesudahnya, sebagaimana dalam sabda beliau,
عليكُم بسنَّتي وسُنَّة الخُلفاء المَهديين الرَّاشدين مِن بعدي، عَضُّوا عليها بالنَّواجذ، وإيَّاكم ومُحدثاتِ الأمور، فإنَّ كلَّ مُحدثةٍ بِدعةٌ، وكلَّ بدعةٍ ضلالةٌ
“Wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ Ar-Rasyidin yang mendapatkan hidayah sesudahku. Pegang teguhlah sunnah tersebut dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian, berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang baru, karena setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Imam Al-Auza’i rahimahullah berkata,“Bersabarlah dirimu di atas sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para sahabat tegak di atasnya. Katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka tinggalkan. Dan ikutilah jalan salafus shalih, karena sudah cukup bagimu (dalam melaksanakan ibadah) apa saja yang mereka anggap cukup.”
Beberapa Keistimewaan Manhaj Salaf
Manhaj salaf memiliki banyak keistimewaan yang tidak akan cukup jika dipaparkan dalam tulisan yang sangat ringkas ini. Di antara keistimewaan manhaj salaf adalah sebagai berikut:
Pertama, penganutnya tegar di atas kebenaran dan tidak mudah goyah sebagaimana keadaan para pengikut hawa nafsu.
Kedua, mereka sepakat di atas satu aqidah dan tidak berselisih walaupun berbeda zaman dan tempat.
Ketiga, mereka adalah orang yang paling mengetahui keadaan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, perbuatan, dan ucapan-ucapan beliau. Paling mampu memisahkan antara yang shahih dan yang dhaif. Oleh karena itu mereka adalah orang yang sangat mencintai sunnah, paling semangat mengikutinya dan paling tinggi loyalitasnya kepada ahlinya.
Keempat, mereka meyakini bahwa metode salafus shalih adalah metode yang aslam-a’lam-ahkam (paling selamat, paling dalam ilmunya, dan paling bijak). Tidak sebagaimana anggapan para ahli kalam bahwa metode salaf itu lebih selamat, sementara metode kaum khalaf itu lebih dalam ilmunya dan lebih bijak.
Kelima, mereka sangat bersemangat dalam menyebarkan aqidah yang benar dan agama yang lurus, mengajari manusia dan menasihati mereka, membantah orang-orang yang menyimpang dan ahli bid’ah.
Keenam, mereka pertengahan di antara kelompok-kelompok sesat yang lainnya.
Jalan Keselamatan Hanya dengan Mengikuti Sunnah Nabi
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “intisari agama ini terdapat pada dua pokok, yaitu kita tidak beribadah kecuali kepada Allah dan tidak beribadah kepada-Nya kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan.”
Hal ini sebagaimana difirmankan Allah Tabaraka wa Ta’ala,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribdah kepada Rabbnya.” (QS. Al-Kahfi: 110).
Mengenai ayat di atas, Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya, “Inilah dua rukun amal yang diterima. Amal tersebut harus dilaksanakan dengan ikhlas karena Allah dan benar-benar sesuai dengan syari’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Dari penjelasan di atas, kita mengetahui bahwa setiap amalan yang kita lakukan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala harus memenuhi dua syarat utama, di mana kedua syarat tersebut harus ada dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Kedua syarat tersebut adalah:
Pertama, mengikhlaskan ibadah kepada Allah semata.
Keikhlasan tidak mungkin datang bersama kesyirikan, riya’ atau mengharapkan dunia dengan amalnya. Maka hendaklah seorang hamba beramal dengan tujuan mengharap wajah Allah ta’ala semata. Allah tubhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan dengan penuh kekayakan keo kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar: 2)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda dalam hadits qudsi yang beliau riwayatkan dari Rabbnya (Allah ta’ala):
أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا أشرك فيه معي غيري تركته وشركه
“Aku adalah Rabb yang sangat tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang ia sekutukan Aku dengan yang lainnya, maka Aku tinggalkan ia dengan amal syiriknya tersebut.” (HR. Muslim)
Kedua, sesuai dengan apa yang dicontohkan rasul-Nya.
Makna dari syarat yang kedua ini adalah hendaknya amalan yang kita lakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, sesuai dengan apa yang disyari’atkan Allah dalam kitab-Nya atau apa yang disyari’atkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sunnah-sunnah beliau.
Sungguh banyak dalil yang memerintahkan kita untuk ittiba’ (mengikuti sunnah nabi) dan melarang kita dari melakukan segala bentuk amalan yang tidak beliau perintahkan yang tujuannya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalil-dalil tersebut di antaranya: Dalam kitab-Nya Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21).
Allah juga berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, siksa Allah itu sangat keras.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Allah juga berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu.” (QS. Ali Imran: 31).
Adapun dalil dari hadits-hadits, di antaranya sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya aku tinggalkan di tengah kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang kepada keduanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnahku.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ish Shaghir no. 2937)
Serta sabdanya: “Biarkanlah aku dengan apa yang telah aku tinggalkan untuk kalian, sesungguhnya kebinasaan umat sebelum kalian karena banyak pertanyaan dan perselisihan mereka kepada para nabi mereka, maka jika aku melarang kalian dari satu perkara maka tinggalkanlah, jika aku memerintahkan satu perkara maka kerjakanlah semampu kalian” (Muttafaq ‘alaih)
Penutup
Dengan melihat dalil-dalil yang terpapar di atas, baik dalil Al-Qur’an, sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang shahih, serta perkataan salafus shalih, maka sudah sewajibnya kita menjadikan manhaj salaf sebagai pijakan. karena ia merupakan manhaj orang-orang yang beriman, yang mewarisi agama ini dari pendahulu para rasul dalam keadaan jujur, benar, dan akurat, serta mereka menyampaikan dengan bersih dan murni.
Manhaj salaf satu-satunya manhaj yang wajib diikuti oleh kaum muslimin karena yang memerintahkan untuk berpegang dan mengikuti manhaj ini adalah Allah ‘Azza wa Jalla danRasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebaik-baik manusia yang membawa manhaj ini adalah para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang dijamin oleh Allah Ta’ala dengan surga dalam keadaan mereka ridha pada Allah dan Allah pun ridha kepada mereka.
Tulisan ini terlalu singkat dan begitu sempit dalam menjelaskan bagaimana manhaj salaf sebenarnya. Tidak semua nash, baik dari Al-Qur’an dan hadits-hadits, bisa kami tuliskan di sini karena sempitnya ruang tulis yang tersedia. Untuk lebih jelasnya pembaca bisa merujuk pada kitab-kitab yang menjelaskan hakikat dan keutamaan manhaj salaf secara terperinci.
Semoga tulisan ringkas ini bermanfaat bagi penulis, para pembaca, dan kaum muslimin semuanya. Pun penulis berharap semoga Allah menjadikan tulisan ini ikhlas semata-mata karena mengharap wajah Allah. Kita bermohon kepada Allah semoga diberi petunjuk di atas Islam dan sunnah mengikuti manhaj salafus shalih dan istiqamah dalam keadaan mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala. Mudah-mudahan Allah ‘azza wa jalla mengumpulkan kita di surga bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Amiin.
Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kepada keluarga beliau, para sahabat, dan orang-orang yang istiqamah di atas sunnah beliau sampai hari kiamat. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

***
artikel muslimah.or.id
Penyusun: Ummu Rumman Verawaty Lihawa
Murajaah: Ust Ammi Nur Baits

Maraji’:

* Jadilah Salafi Sejati, Abdussalam bin Salim as-Suhaimi, Pustaka At-Tazkia, thn 2007 M.
* Mulia dengan Manhaj Salaf, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka At-Taqwa, thn 2008 M

Delete this element to display blogger navbar

 
© 2010 Pustaka Muslim Blog is proudly powered by Blogger